Lawang Sewu

 

Gaya Arsitektur Transisi pada Gedung Lawang Sewu - Balai Pelestarian Cagar  Budaya Jawa Tengah

Lawang Sewu

Lawang Sewu bila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “seribu pintu”. Sebutan sewu (seribu dalam bahasa Jawa), merupakan penggambaran masyarakat Semarang tentang banyaknya jumlah pintu yang dimiliki Lawang Sewu, meski dalam kenyataannya jumlah pintu yang ada tidak mencapai seribu, namun lebih tepatnya 429 buah lubang pintu. Namun Lawang Sewu memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar yang membuat jendela tersebut nampak seperti pintu. Raja4D

Lawang Sewu mulai dibangun oleh Belanda pada 27 Februari 1904 dan rampung pada tahun 1907. Pada awalnya gedung ini berfungsi sebagai kantor pusat perusahaan kereta api swasta milik Belanda dengan nama Nederlands Indische Spoorweg Maatschappj atau disingkat NIS. Perusahaan inilah yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia menghubungkan Semarang, Surakarta dan Yogyakarta. Jalur pertama yang dibangun adalah Semarang Temanggung pada tahun 1867. Direksi NIS memercayakan perancangan gedung kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J.  Quendag. Keduanya berdomisili di Amsterdam. Semua proses perancangan bangunan dilakukan di Belanda. Setelah rancangan selesai, gambar-gambar rancangan tersebut kemudian dibawa ke Kota Semarang.

Kantor pusat NIS tersebut adalah sebuah bangunan besar dua lantai dengan bentuk menyerupai huruf “L”. Pembangunan kantor pusat NIS di Semarang karena adanya kebutuhan yang cukup besar untuk mendirikan banyak bangunan untuk publik dan perumahan akibat perluasan daerah jajahan, desentralisasi administrasi kolonial dan pertumbuhan usaha swasta. Lawang Sewu menjadi saksi bisu dari kelamnya masa penjajahan Belanda. Setelah ditinggal oleh NIS, bangunan ini sering difungsikan oleh penjajah Belanda dan Jepang sebagai penjara. Beberapa ruangan di bangunan ini bahkan disulap menjadi ruang tahanan yang menyiksa. Namanya saja sudah bisa membuat bulu kuduk berdiri, yakni Penjara Jongkok, Penjara Berdiri dan Ruang Penyiksaan.  Ruang Penjara Berdiri pada awalnya digunakan sebagai lokasi penampungan tahanan. Tahanan yang tertangkap dimasukkan ke dalam ruangan tersebut dalam kondisi yang berdesak-desakan. Hal ini memaksa mereka untuk selalu berdiri karena apabila mereka duduk, ruangan penjara akan terasa lebih sempit dan menyiksa. Tak sedikit dari para tahanan ini meninggal di ruangan ini karena kelelahan atau kekurangan oksigen. Penjara Jongkok lebih parah lagi. Berbeda dengan ruangan Penjara Berdiri, tahanan yang dimasukkan ke ruang Penjara Jongkok dipaksa untuk berdesak-desakan dalam keadaan berjongkok karena tinggi ruangan tak sampai satu setengah meter. Bisa dibayangkan seperti apa penderitaan para tahanan yang dimasukkan ke dalam ruangan ini.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Lawang Sewu menjadi saksi mata ketika berlangsungnya peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober 1945) antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai dari tentara Jepang. Karena itulah Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor 650/50/1992 memutuskan bahwa Lawang Sewu dimasukkan dalam 102 bangunan kuno bersejarah di Kota Semarang yang wajib dilindungi. Lawang Sewu juga pernah digunakan sebagai kantor dari Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia atau yang sekarang dikenal sebagai PT. Kereta Api Indonesia. Meski pihak militer pemerintah Indonesia sempat mengambil alih gedung ini, saat ini kepengurusan Lawang Sewu kembali ke tangan PT. KAI.

Tak heran bila melihat sejarah kelam yang dimiliki Lawang Sewu membuat bangunan ini memiliki seribu cerita dengan unsur mistis. Mulai dari penggunaan Lawang Sewu sebagai penjara dan ruang penyiksaan tahanan, hingga pertempuran antara pejuang dan penjajah Jepang yang menewaskan banyak korban jiwa membuat warga Semarang beranggapan bahwa terdapat ribuan makhluk gaib, terutama pada bagian sumur tua, pintu utama, lorong-lorong, lorong penjara, ruang utama, serta ruang penyiksaan. Makhluk gaib yang tidak jarang disebut-disebut menghuni Lawang Sewu adalah kuntilanak, genderuwo, hantu berwujud para tentara Belanda, serdadu Jepang, dan hantu wanita Belanda. Tidak mengagetkan, lokasi yang dikatakan paling banyak penampakan adalah lorong penjara dan ruang penyiksaan. Walaupun kebenaran cerita tersebut masih dipertanyakan, sejarah di balik Lawang Sewu merupakan kisah yang tragis dan sedih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desa Hargo Dalem, Gunung Lawu

Jigoku Ramen Bandung & Boemi Joglo

Rumah adat Dhurung